Anak
adalah harapan di masa yang akan datang. Kalimat ini seringkali kita dengar dan
amat lengket di benak kita. Tak ada yang memungkiri ucapan itu, karena memang
ia sebuah kenyataan bukan hanya sekedar ungkapan perumpamaan, benar-benar
terjadi bukan sebatas khayalan belaka. Karenanya sudah semestinya memberikan
perhatian khusus dalam hal mendidiknya sehingga kelak mereka menjadi para
pengaman dan pelopor masa depan umat Islam.
Berkata
Ibnul Qoyyim rahimahullah, "Bila
terlihat kerusakan pada diri anak-anak, mayoritas penyebabnya adalah bersumber
dari orangtuanya.
Maka
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengingatkan kita dengan firmanNya,
"Hai orang-orang yang beriman peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan." (QS At Tahrim: 6).
Berkata
Amirul Mukminin Ali Radiyallahu ‘anhu, "Ajarilah diri-diri kalian dan keluarga-keluarga kalian kebaikan dan
bimbinglah mereka".
Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, "Setiap
di antara kalian adalah pemimpin dan akan dipertanggungjawabkan, seorang imam
adalah pemimpin akan dipinta pertanggungjawabannya, seorang laki-laki pemimpin
atas keluarganya dan akan dipinta pertanggungjawabannya, seorang wanita
pemimpin dalam rumah suaminya dan ia bertanggungjawab, dan seorang budak adalah
pemimpin dalam hal harta tuannya dan ia bertanggungjawab. Ketahuilah bahwa
kalian semua adalah pemimpin dan akan dipinta pertanggungjawabannya."
(HR Bukhari dan Muslim dari sahabat Abdullah ibnu Umar Radiyallahu ‘anhu).
Dari
sahabat Anas bin Malik, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda: "Sesungguhnya Allah Ta'ala akan
mempertanyakan pada setiap pemimpin atas apa yang dipimpinnya, apakah ia
menjaganya ataukah menyia-nyiakannya? Hingga seseorang akan bertanya kepada
keluarganya." (HR Ibnu Hibban, Ibnu Ady dalam Al Kamil, dan Abu Nu'aim
dalam Al Hilyah dan dishohihkan oleh Al Hafizh dalam Al Fath 13/113).
Demikian
pula dalam Shahih Bukhari dan Muslim, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam
bersabda :
"Bertaqwalah kalian
kepada Allah dan berbuat adillah terhadap anak-anakmu." Sikap adil dan
kasih sayang terhadap anak adalah dengan mengajari mereka kebaikan, para
orangtua menjadikan dirinya sebagai madrasah bagi mereka.
Keluarga,
terlebih khusus kedua orangtua dan siapa saja yang menduduki kedudukan mereka
adalah unsur-unsur yang paling berpengaruh penting dalam membangun sebuah
lingkungan yang mempengaruhi kepribadian sang anak dan menanamkan tekad yang
kuat dalam hatinya sejak usia dini. Seperti Zubair bin Awam misalnya. Ia adalah
salah seorang dari pasukan berkudanya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam
yang dinyatakan oleh Umar ibnul Khattab : "Satu orang Zubair menandingi seribu orang laki-laki."
Ia
seorang pemuda yang kokoh aqidahnya, terpuji akhlaqnya, tumbuh di bawah binaan
ibunya Shofiyah binti Abdul Mutholib, bibinya Rasulullah dan saudara
perempuannya Hamzah.
Ali
bin Abi Tholib sejak kecil menemani Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam
bahkan dipilih menjadi menantunya. Ia tumbuh sebagai seorang pemuda sosok
teladan bagi para pemuda seusianya di bawah didikan ibunya Fathimah binti Asad
dan yang menjadi mertuanya Khodijah binti Khuwailid. Begitu pula dengan
Abdullah bin Ja'far, seorang bangsawan Arab yang terkenal kebaikannya, di bawah
bimbingan ibunya Asma binti Umais.
Orangtua
mana yang tidak gembira jika anaknya tumbuh seperti Umar ibnu Abdul Aziz. Pada
usianya yang masih kecil ia menangis, kemudian ibunya bertanya, "Apa yang membuatmu menangis?" Ia
menjawab, "Aku ingat mati."
- waktu itu ia telah menghafal Al Qur'an - ibunya pun menangis mendengar
penuturannya. Berkat didikan dan penjagaan ibunya yang sholihah Sufyan Ats
Tsauri menjadi ulama besar, amirul mukminin dalam hal hadits. Saat ia masih
kecil ibunya berkata padanya, "Carilah
ilmu, aku akan memenuhi kebutuhanmu dengan hasil tenunanku."
Subhanallah! Anak-anak kita rindu akan ucapan dan kasih sayang seorang ibu yang
seperti ini, seorang ibu yang pandangannya jauh ke depan. Seorang ibu yang
super arif dan bijaksana.
Para
pembaca -semoga dirahmati Allah- lihatlah bagaimana para pendahulu kita yang
shalih, mereka mengerahkan segala usaha dan waktunya dalam rangka mentarbiyah
anak-anaknya yang kelak menjadi penentu baik buruknya masa depan umat. Jangan
sampai seorang pun di antara kita berprasangka mencontoh para pendahulu yang
shalih adalah berarti kembali ke belakang, kembali ke zaman kuno.
Di
saat orang-orang berlomba-lomba meraih gengsi modernisasi, ketahuilah bahwa
mencontoh sebaik-baik umat yang dikeluarkan ke tengah-tengah manusia adalah
berarti satu kemajuan yang pesat, teknologi canggih dalam membangun aqidah yang
benar, memperbaiki moral yang bejat serta membendung semaraknya free children, sehingga menghantarkan
kepada apa yang telah diraih oleh generasi yang mulia yang tiada tandingannya.
Meniti jalannya mereka dalam rangka mentarbiyah/mendidik anak berarti tengah
mempersiapkan konsep perbaikan umat di masa yang akan datang, dimana tidak akan
pernah menjadi baik generasi akhir umat ini kecuali dengan apa yang menjadikan
baik generasi umat pertama.
Allah berfirman :
"Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu
sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu, maka apakah
kamu tiada memahaminy ?." (QS Al Anbiyaa: 10).
Perhatian
serius dan tarbiyah yang benar kini sangatlah dibutuhkan di zaman yang dipenuhi
berbagai fitnah, fitnah syahwat dan syubhat yang terus memburu anak-anak kita
dari segala arah dihembuskan oleh da'i-da'i sesat yang berada di pintu-pintu
neraka jahanam. Allah berfirman :
"Dan Alloh hendak menerima taubatmu, sedang orang-orang yang mengikuti hawa
nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran)."
(QS An Nisaa: 27).
Benarlah
apa yang dikatakan dalam sebuah syair:
Siapa menggembala
kambing di tempat rawan binatang buas
Kemudian lalai darinya,
singa akan merebut gembalaannya.
Para
pembaca -semoga dirahmati Allah- Islam sebagai agama yang universal tentu
tidaklah mengesampingkan tarbiyah anak, bahkan tarbiyah anak adalah sorotan
utama dalam Islam sebab Islam adalah agama tarbiyah. Dengan posisi tarbiyah anak
yang demikian pentingnya, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala mengabadikan wasiat
Luqman, seorang hamba yang shalih, kepada anaknya sebagai acuan bagi para
murabbi / pendidik, begitu pula dengan sosok pribadi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wassalam sebagai seorang rosul sekaligus menjadi imam para murabbi
dunia.
Perhatian
dan kecintaannya terhadap anak-anak sangatlah tinggi, terlihat saat beliau
mengajari Ibnu Abbas di usianya yang muda belia sehingga tampillah Ibnu Abbas
menjadi sosok pemuda yang berilmu, bertaqwa, dan memiliki keberanian yang luar
biasa. Salah satu bentuk kasih sayangnya terhadap anak, beliau selalu mencium
anak-anak bila berjumpa, sebagaimana dalam Shahih Bukhari dari sahabat Abu
Hurairah, ia berkata, "Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wassalam mencium Hasan ...", juga diriwayatkan oleh
Imam Bukhori dalam Shohihnya dari sahabat Aisyah radliyallahu 'anha berkata,
"Seorang badui datang menemui Nabi Shalallahu
‘alaihi wassalam dan berkata: Kalian selalu menciumi anak-anak, sedangkan kami
tidak pernah menciuminya." Lalu Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam berkata,
"Kami menginginkan agar Allah mencabut kasih sayang dari hatimu.",
tidak ada bahan pengajaran yang paling baik dan sempurna kecuali yang bersumber
dari kitab dan sunnah, karena disitulah adanya ilmu yang mencakup segala
bidang, seperti ungkapan Imam Syafi'i : Ilmu
itu adalah ucapan Allah dan ucapan rasulNya
Sedang
selain dari itu adalah bisikan-bisikan syaithan.
Beberapa langkah dasar dalam mendidik anak yang disarikan
dari Al Kitab dan Sunnah.
Pertama : mengajarkan
tauhid kepada anak, mengesakan Allah dalam hal beribadah kepadaNya,
menjadikannya lebih mencintai Allah daripada selainNya, tidak ada yang
ditakutinya kecuali Allah. Ini pendidikan yang paling urgen di atas hal-hal
penting lainnya.
Kedua : mengajari
mereka shalat dan membiasakannya berjama'ah.
Ketiga : mengajari
mereka agar pandai bersyukur kepada Allah, kepada kedua orangtua, dan kepada
orang lain.
Keempat : mendidik
mereka agar taat kepada kedua orangtua dalam hal yang bukan maksiat, setelah
ketaatan kepada Allah dan rosulNya yang mutlak.
Kelima : menumbuhkan
pada diri mereka sikap muroqabah merasa selalu diawasi Allah. Tidak meremehkan
kemaksiatan sekecil apapun dan tidak merendahkan kebaikan walau sedikit.
Keenam : memberitahu
mereka akan wajibnya mengikuti sabilul mukminin al muwahhidin (jalannya
mukminin yang bertauhid), salafush sholih generasi terbaik umat ini, dan
memberikan loyalitas kepada mereka.
Ketujuh : mengarahkan
mereka akan pentingnya ilmu Al Kitab dan Sunnah.
Kedelapan : menanamkan
pada jiwa mereka sikap tawadlu, rendah hati, dan rujulah serta syaja'ah
(kejantanan dan keberanian). Dan masih banyak lagi selain apa yang penulis
uraikan di sini. Semoga Allah menganugerahkan kepada kita anak-anak yang
shalih. Amin ya Mujiibas sailiin.
Allah
berfirman,
"Dan orang-orang yang berkata: Ya Tuhan kami,
anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai
penyenang hati kami dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa."
(QS Al Furqan: 74).
Para
pembaca -semoga dirahmati Allah- begitulah memang seharusnya pendidikan anak
ini menjadi kewajiban nomor satu bagi para orangtua, menelantarkannya berarti
menelantarkan amanat dan kepercayaan Allah, membiarkannya adalah berarti
membiarkan kehancuran anak, orangtuanya, umat, bangsa, dan negara. Sedangkan
mendidiknya adalah cahaya masa depan umat yang cerah yang berarti juga
mengangkat derajat sang anak dan derajat kedua orangtuanya di surga.

Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
"Dan orang-orang yang beriman dan yang anak
cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka
dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka,
tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya." (QS Ath
Thuur: 21).